LEGENDA WEEWINI (Cerita Rakyat Sumba Barat Daya)
LEGENDA WEEWINI
Nama : Andrianto stefanus Geli
Tugas : Sejarah Sastra
Semester : I
WEE WINI DAN LEGENDA SEBUAH KAMPUNG YANG HILANG
Nenek
Wini Tange, begitulah nama perempuan tua itu. Penduduk biasa
memanggilnya nene' Wini tapi beberapa perempuan lebih suka menyebutnya
nenek' Tange. Nenek Wini sama seperti penduduk kampungnya yang hampir
seluruh hidupnya mengandalkan dari usaha berkebun dan bertani. Nene Wini
juga memiliki beberapa ekor ternak peninggalan suaminya seperti ayam,
babi dan kambing.
Seperti
halnya rumah-rumah di kampung ini yang berbentuk panggung, kandang
ternak-ternaknya ada di bawah lantai rumah. Selain untuk kandang ternak,
bagian bawah rumah juga digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan
peralatan-peralatan berkebun.
Mencari
kayu bakar di hutan adalah kegiatan lain yang juga umum dilakukan
penduduk kampung, demikian juga nenek Wini apalagi setelah suami yang
dicintainya meninggalkannya sendiri. Suaminya meninggalkannya saat umur
nenek Wini belum tua dan hanya meninggalkan seorang anak perempuan.
Karena ditinggal mati suaminya dalam umur yang belum tua, beberapa
lelaki mencoba mendekatinya untuk menjadikannya istri. Namun
kecintaannya pada suaminya tak pernah luntur di hati nenek Wini hingga
ia memutuskan untuk tetap menjanda dan mengurus sendiri anak perempuan
semata wayangnya. Hingga suatu ketika anak perempuannya menikah dan
mengikuti suaminya, maka tinggallah nenek Winni sendiri di gubuknya.
Sepeninggal
suaminya, nenek Wini mencurahkan kasih sayangnya pada seekor babi yang
juga menjadi kesayangan suaminya. Kecintaannya pada sang babi karena
nenek Wini percaya bahwa ruh suaminya tetap menjaga melalui babi yang
dipeliharanya ini.
Namun
entah kenapa ada seorang penduduk kampung yang mendendam kepada nenek
Wini karena merasa keinginannya untuk memperistri nenek Wini dulu tidak
kesampaian. Rupanya rasa malunya tidak tertanggungkan karena sebagai
orang yang tergolong kaya di kampung ini rasanya pamali jika tidak bisa
mengambil wanita yang disukainya. Hingga suatu hari saat nenek Wini
pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar, datanglah beberapa penduduk
kampung suruhan orang yang memendam kebencian kepada nenek Wini dan
mengambil babi nenek Wini. Orang ini merasa karena babi nenek Wini-lah
yang menyebabkan nenek Wini rela menjanda dan justru mengasihi babinya
serta menolak untuk dia peristri.
Setelah
menangkap dan mengambil babi nenek, laki-laki ini memutuskan membunuh
babi ini dan dia sengaja membagi-bagikan daging babi ini ke seluruh
penduduk kampung.
Singkat
kata, saat senja nenek Wini pulang dan mendapati di kandang babinya
tidak ada lagi babi kesayangannya. Dengan kaki tuanya nenek Wini mencoba
bertanya ke tetangganya, namun tidak ada satupun penduduk kampung yang
bisa memberitahukannya. Sebenarnya waktu kedatangan nenek Wini yang
mencari tahu babinya yang hilang, mereka akhiirnya sadar bahwa daging
pemberian yang mereka terima adalah babi nenek Wini namun karena mereka
tidak berani memberitahu karena mereka terlanjur telah memasak dan
memakannya.
Takut
jika babi kesayangannya hilang membuat nenek Wini tetap mencari tahu
kesana-kemari ke hutan dan penduduk sekitar namun semua menggelengkan
kepala dan tidak ikut membantu mencarinya karena merasa bersalah telah
ikut memakan daging babi nenek Wini.
Hingga
menjelang tengah malam nenek Wini sampai di ujung rumah nenek Kawena
yang merupakan temannya. Dan nenek Kawena bercerita bahwa dia kedatangan
salah satu laki-laki yang memberikannya daging babi yang dari laki-laki
yang dia tahu memiliki kebencian dengan nenek Wini. Karena merasa
sesuatu, nenek Kawena menolak pemberian daging itu. Dengan menahan
perasaan yang tak karuan nenek Wini pergi menuju ke rumah lelaki yang
dulu pernah memintanya menjadi istri selepas ditinggal suaminya.
Namun
seperti diduga, lelaki itu menolak kedatangan nenek Wini dan bahkan
dengan kasar mengusirnya. Nenek Wini pergi ke belakang pekarangan rumah
lelaki itu dan menemukan tulang-tulang yang dengan perasaan kuat hatinya
dia bisa merasakan bahwa tulang-tulang itu adalah dari babi
kesayangannya.
Dengan
hati remuk redam dan cucuran air mata kesedihan nenek Wini membawa
tulang-tulang itu ke gubuknya dan menguburkannya di samping rumahnya.
Setelah
peristiwa itu nenek Wini menghilang menyepi ke tempat sepi karena rasa
hatinya yang gundah gulana. Dalam penyepiannya itulah nenek Wini
kedatangan seorang marapu yang menanyakan keberadaannya. Setelah
diceritakan kesedihannya itu akhirnya sang marapu menyanggupi untuk
membalaskan rasa sakit hatinya. Maka berpesanlah sang Marapu: "Besok
sebelum matahari keluar dari peraduannya, keluarlah kamu dari kampungmu.
Bawalah bekal sekedarnya dan ingatlah, sekali engkau meninggalkan
kampung ini jangan sekali-kali menoleh ke belakang apapun yang terjadi"
Nenek
Wini kembali ke kampungnya dan dalam perjalanan dia ingat akan
keberadaan nenek Kawena, maka didatangilah nenek Kawena dan
diceritakanlah pertemuaannya dengan seorang marapu. Nenek Wini mengajak
nenek Kawena untuk ikut dengannya.
Akhirnya.
pagi-pagi buta nenek Wini telah siap dengan bekalnya dan menuju ke
nenek Kawena agar bersama-sama pergi meninggalkan kampung ini. Namun
ternyata nenek Kawena salah memasak bekal, ternyata waktu sampai di
rumah nenek Kawena bakal bekal berupa ubi hutan yang sangat keras
belumlah masak.
Matahari
hampir muncul saat bekal itu selesai dan mereka buru-buru berjalan
meninggalkan kampung mereka. Baru beberapa waktu mereka berjalan, sang
surya mulai menampakkan cahaya paginya dan bersamaan dengan itu
terdengarlah suara gemuruh dari arah belakang mereka. Karena getaran dan
suara yang sedemikian keras tanpa sadar nenek Kawena menoleh ke
belakang untuk mencari tahu apa yang terjadi. Maka pada saat itu
berubahlah nenek Kawena menjadi sebuah batu. Menyadari hal itu betapa
sedih hati nenek Wini namun dengan berat hati tetap dilangkahkan kakinya
menjauh dari kampungnya.
Maka
kampung nenek Wini tenggelam ke dalam tanah dan menjadi sebuah danau,
dan sebuah batu berdiri menjulang di atas tanah yang agak tinggi, itulah
yang disebut sebagai batu Kawena.
Demikian
tutur yang aku dapatkan dari perjalananku ke sebuah danau Waewini.
Sebuah danau yang berair payau yang tidak berada jauh dari pantai.
Uniknya danau ini bukannya berasal dari sungai namun demikian air di
danau ini tidak pernah kering.
Danau
yang walau berair agak payau namun bening ini dikelilingi pepohonan
besar yang membuat suasana di danau ini terasa rindang. Danau ini juga
digunakan penduduk sekitar untuk diambil airnya bagi keperluan rumah
tangga sehari-hari.
Ternak seperti sapi, kerbau atau kuda juga sering kemari untuk minum atau kadang dimandikan pemiliknya di danau ini.
Saya
mohon maaf jika ada perbedaan cerita dari kisah ini, karena namanya
legenda tentu dapat berbeda antara satu penutur dengan penutur lainnya.
Tapi dari balik cerita ini kita bisa menemukan bahwa di banyak tempat
kita bisa menggali kekayaan cerita yang dapat memperkaya batin kita.
Komentar
Posting Komentar